SURABAYA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan untuk membebaskan Notaris Dadang Koesboediwitjaksono, S.H., dari segala dakwaan dalam kasus dugaan pemalsuan akta otentik dan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Putusan dibacakan dalam sidang pada Selasa (27/3/2025) dengan nomor perkara 56/Pid.B/2025/PN SBY.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri, S.H. menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdasarkan Pasal 264 ayat (1) dan Pasal 266 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Membebaskan Terdakwa R. Dadang Koesboediwitjaksono, S.H. dari segala dakwaan dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini. Merehabilitasi dan memulihkan nama baik terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” ujar Ketua Majelis Hakim dalam amar putusannya.
Putusan tersebut juga menetapkan bahwa seluruh biaya perkara dibebankan kepada negara.
Pelapor: Majelis Hakim Kurang Pertimbangan
Keputusan bebas ini menuai respons keras dari pelapor, Tuhfah, yang mengaku kecewa berat terhadap vonis majelis hakim. Menurutnya, hakim kurang mempertimbangkan dampak hukum dan sosial yang ditimbulkan dari akta yang dibuat oleh terdakwa, terutama terhadap Yayasan Pendidikan Dorowati, pihak yang dirugikan dalam perkara ini.
“Kami sangat kecewa. Kami sudah menghadirkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan kejahatan terdakwa. Ini bukan sekadar kesalahan administrasi,” kata Tuhfah saat diwawancarai pada Rabu (12/6/2025).
Menurut Tuhfah, akta yang dipermasalahkan dalam kasus ini telah menimbulkan kerugian nyata, baik dalam bentuk konflik internal antarjamaah maupun secara finansial terhadap unit usaha milik Yayasan Pendidikan Dorowati.
Jaksa Ajukan Kasasi
Tak tinggal diam, Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara ini telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Langkah ini diambil atas persetujuan pelapor, dengan harapan vonis bebas tersebut dapat dianulir dan terdakwa dijatuhi hukuman yang setimpal.
“Kami berharap Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan yang adil dan objektif berdasarkan fakta-fakta di persidangan,” imbuh Tuhfah.
Langkah kasasi menjadi harapan terakhir pelapor untuk mencari keadilan atas dugaan perbuatan yang dinilai telah mencederai integritas dokumen hukum dan melemahkan keabsahan lembaga pendidikan berbadan hukum seperti yayasan.
Sorotan Terhadap Integritas Akta Otentik
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut akta otentik yang notabene merupakan instrumen hukum yang memiliki kekuatan pembuktian kuat. Sengketa menyangkut keabsahan akta tak hanya berdampak pada ranah perdata, tetapi bisa menjalar pada konflik kelembagaan seperti yang dialami Yayasan Dorowati.
Sejumlah pihak menilai bahwa ketelitian dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta merupakan aspek yang tidak boleh ditawar. Bila lalai atau dengan sengaja memuat informasi keliru, konsekuensinya bisa sangat merugikan banyak pihak.
Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Agung. Apakah lembaga yudikatif tertinggi ini akan menguatkan putusan bebas dari pengadilan tingkat pertama, atau justru membatalkannya dan mengabulkan kasasi JPU?