SUMENEP – Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) Sumenep, Andriyadi, mengungkap dugaan praktik perdagangan ilegal pita cukai yang melibatkan seorang pengusaha rokok berinisial YD, asal Desa Lenteng Barat, Kecamatan Lenteng, Sumenep.

Menurut Andriyadi, YD yang dikenal luas dengan julukan “Sultan ABJ” diduga memiliki kendali atas setidaknya 11 perusahaan rokok. Namun dari jumlah tersebut, hanya dua pabrik yang benar-benar beroperasi. Sisanya diduga hanya digunakan untuk mengakses pita cukai resmi secara tidak semestinya.

“Dia beternak izin pabrik, tapi yang aktif hanya dua. Sisanya dipakai jual beli pita cukai,” kata Andriyadi kepada Klikberita, Sabtu (14/6/2025).

Andriyadi menilai praktik tersebut bukan pelanggaran biasa melainkan kejahatan ekonomi sistematis yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah. Ia mendesak aparat penegak hukum dan Bea Cukai untuk turun tangan secara serius.

“Kalau ini dibiarkan, pelaku usaha rokok legal bisa bangkrut. Negara dirugikan, industri rusak,” tegasnya.

ALARM menilai penyalahgunaan izin industri ini tidak hanya merugikan dari sisi penerimaan negara tetapi juga merusak sistem tata niaga pita cukai secara nasional.

“Ini menciptakan ketimpangan. Usaha rokok kecil yang taat aturan bisa kalah bersaing. Pemerintah daerah tidak boleh diam,” tegas Andriyadi.

Beberapa perusahaan yang diduga berada di bawah kendali YD antara lain PR Air Bening Jaya, PR Sumber Bahagia Tobacco, PR Gudang Cengkeh 99, PR Nasikurrahman, PR Sentol Jaya Mandiri, dan PR Supernova Jaya.

Lebih lanjut aktivis jebolan kota Malang tersebut mengatakan bahwa pabrik-pabrik tersebut tidak menunjukkan aktivitas produksi yang nyata, namun tetap tercatat sebagai entitas yang mengakses pita cukai.

Kendati demikian, YD sendiri membantah tuduhan tersebut. Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, ia mengklaim hanya memiliki dua pabrik dan keduanya aktif memproduksi rokok secara legal.

“Itu tidak benar. Saya cuma punya dua pabrik dan dua-duanya aktif produksi,” ujar YD.

YD juga menyebut bahwa pabriknya berkontribusi terhadap masyarakat sekitar dalam bentuk lapangan kerja.

“Warga sekitar saya pekerjakan. Pabrik jalan setiap hari. Tidak ada yang fiktif,” katanya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Bea Cukai maupun Pemerintah Kabupaten Sumenep mengenai dugaan penyalahgunaan izin pabrik rokok ini.

Sementara itu, ALARM mendesak agar audit menyeluruh segera dilakukan terhadap seluruh perusahaan rokok di Madura khususnya Sumenep.

“Ini soal penyelamatan uang negara dan kredibilitas sistem cukai kita,” tutup Andriyadi.