SUMENEP – Aktivis Dear Jatim berencana melaporkan dugaan korupsi dalam pengadaan sembako oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep ke Polres setempat. Dugaan penyimpangan itu terjadi dalam penggunaan anggaran tahun 2023 yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan merugikan keuangan daerah.
Aktivis Dear Jatim, Alfi Rizki Ubbadi menyebut temuan tersebut berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumenep 2023. Ia menyoroti adanya kejanggalan dalam realisasi Belanja Barang yang disalurkan kepada masyarakat.
“Dari total anggaran sebesar Rp1,16 miliar yang direalisasikan melalui dua penyedia, yaitu Toko BA dan Toko KJ, ditemukan indikasi pemborosan anggaran sebesar Rp97,5 juta,” ujar Alfi dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).
Menurutnya, pemborosan tersebut berasal dari dua sumber utama. Pertama, adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp73,9 juta terhadap komoditas beras dan gula. Padahal, kedua barang tersebut seharusnya bebas PPN sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.
“Kedua, kami juga menemukan pembelian minyak goreng bersubsidi ‘Minyakita’ di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Ini menyebabkan pemborosan anggaran hingga Rp23,6 juta,” katanya.
Lebih lanjut, Alfi menyayangkan lemahnya pengawasan internal di lingkungan Dinsos P3A Sumenep. Ia menuturkan, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) mengaku tidak mengetahui bahwa beras dan gula dibebaskan dari PPN, serta bahwa Minyakita memiliki HET.
“Ini sangat ironis, karena dalam Harga Perkiraan Sendiri (HPS) justru sudah dimasukkan komponen pajak yang tidak semestinya ada,” ungkapnya.
Dear Jatim menilai kondisi tersebut sebagai bentuk kelalaian dan pelanggaran terhadap sejumlah aturan, termasuk PP 49/2022 dan Permendag Nomor 41 Tahun 2022 tentang HET Minyakita. Kelompok ini mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan.
“Uang rakyat harus dikelola secara efisien dan sesuai aturan. Kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan anggaran dan bisa menjadi preseden buruk jika dibiarkan,” tegas Alfi.
Ia juga menyoroti peran Kepala Dinsos P3A yang dinilai tidak optimal dalam mengendalikan dan mengawasi proses pengadaan. Dear Jatim berharap laporan ini dapat menjadi momentum pembenahan bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Sumenep.
“Kami ingin kasus ini menjadi pelajaran penting agar setiap OPD lebih teliti dalam memahami aturan dan tidak main-main dengan anggaran publik,” pungkasnya.