SUMENEP – Isu peredaran pita cukai ilegal kembali membakar emosi publik di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Kali ini, seorang pengusaha rokok berinisial YD kembali disorot tajam. Ia diduga berada di balik jejaring 11 perusahaan rokok (PR) bayangan yang ditengarai menjadi sarang praktik jual beli pita cukai ilegal.

Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) berada di garis terdepan dalam membongkar dugaan ini. Dalam pernyataan resminya, Ketua ALARM, Andriyadi, menyebut praktik tersebut sebagai bentuk penghianatan terhadap negara dan ancaman serius terhadap keadilan hukum.

“Kami sudah kumpulkan datanya. YD boleh tertawa sekarang, tapi kami akan buktikan semuanya di depan publik. Ini bukan tuduhan kosong,” ujar Andre, sapaan akrab Andriyadi, Minggu (15/6/2025).

Pernyataan Andre muncul setelah adanya informasi bahwa seseorang yang dekat dengan YD mencoba mengaburkan isu, menyebut YD hanya memiliki dua perusahaan rokok aktif dan tidak terlibat dalam praktik ilegal.

Namun, ALARM membantah keras narasi tersebut. Mereka mengklaim memiliki daftar lengkap perusahaan, aktivitas mencurigakan serta dugaan kuat keterlibatan YD dalam praktik penyalahgunaan pita cukai.

“Ini bukan soal jumlah PR di atas kertas. Kami bicara soal jaringan yang digunakan untuk mengakali sistem. Negara dirugikan, rakyat dirampok lewat praktik yang diselimuti legalitas semu,” tegas Andre.

Menurut ALARM, perusahaan-perusahaan tersebut diduga hanya berfungsi sebagai “penampung legal” untuk pengajuan pita cukai, sementara aktivitas produksinya tidak berjalan sesuai ketentuan. Pita cukai tersebut kemudian diduga diperjualbelikan atau dialihkan ke produk rokok ilegal.

“Ini jelas pelanggaran berat. Mereka bukan sekadar menghindari pajak tapi juga membuka peluang kejahatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak,” ungkap Andre.

ALARM juga mengungkap bahwa sebagian besar dari PR tersebut tidak menjalankan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Padahal, status resmi PR mensyaratkan pelaporan dan kewajiban perpajakan secara disiplin.

Skema ini, menurut ALARM, tidak bisa lagi dianggap sebagai pelanggaran administratif semata. Mereka menilai perbuatan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Pasal 2 dan 3 jelas menyebut, memperkaya diri sendiri dengan cara melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan bisa dikenai sanksi pidana korupsi. Kami siapkan laporan ke KPK dan Kementerian Keuangan,” tegasnya.

Selain itu, ALARM juga menyebut pasal 12 huruf e dan i tentang gratifikasi serta kelalaian pejabat yang tidak menindak bisa digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat.

Andre menyayangkan munculnya narasi tandingan yang mencoba menyepelekan data dan temuan ALARM. Ia menilai hal itu sebagai upaya membelokkan isu dan menyelamatkan oknum tertentu.

“Kami tahu siapa yang bergerak di balik layar. Tapi kami tidak akan diam. Ini perjuangan panjang dan kami tidak sendiri,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa ALARM telah membangun jejaring dengan organisasi masyarakat di tingkat provinsi hingga pusat untuk mengawal isu ini secara nasional.

“Sumenep mungkin titik awal. Tapi kalau praktik ini dibiarkan, besok-besok bisa menjalar ke kabupaten lain,” ujarnya.

Andre menutup pernyataannya dengan pesan keras: perjuangan ALARM tidak hanya untuk membongkar sosok YD tetapi juga sistem yang memungkinkan pelanggaran hukum seperti ini bisa terus hidup.

“Kami akan mulai dari dia dari YD yang merasa kebal. Tapi tidak akan berhenti sampai seluruh jejaring ini terbongkar. Ini soal keberanian bukan popularitas. Hukum harus kembali berdiri tegak di tanah ini,” pungkasnya.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Klikberita masih terus berupaya membuka akses untuk memperoleh konfirmasi langsung dari YD guna mendapatkan keterangan lebih lanjut.