KLIKBERITA.CO, OPINI – Pada 2 Juni 2025, kampus digemparkan oleh berita yang menggembirakan sekaligus memunculkan perbincangan hangat. Seorang mahasiswa berhasil meraih prestasi gemilang di ajang Pomprov, sebuah kompetisi olahraga mahasiswa tingkat provinsi yang mempertemukan atlet terbaik dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Namun, di balik kebanggaan tersebut, tersembunyi ironi yang patut menjadi sorotan.

Mahasiswa ini tidak mendapatkan dukungan finansial penuh dari kampus untuk mengikuti ajang tersebut. Dengan alasan efisiensi anggaran, mahasiswa tersebut menanggung sendiri biaya pendaftaran, penginapan, dan kebutuhan lainnya selama kompetisi berlangsung.

Fakta ini berbanding terbalik dengan kebijakan kampus lain yang memberikan dukungan penuh bagi para atletnya, mengingat Pomprov adalah ajang bergengsi yang mengharumkan nama institusi. Bahkan, event ini lebih terbuka dibandingkan Porsi Jawara sebelumnya, yang hanya melibatkan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

Ironi yang Memprihatinkan

Lebih menyedihkan, seorang mahasiswi berbakat tidak dapat mengikuti kompetisi karena keterbatasan dana, sementara kampus tetap bergeming dengan dalih efisiensi anggaran dan berdasarkan kerangka PTKI. Padahal, ia memiliki rekam jejak yang cemerlang, termasuk menjadi perwakilan provinsi di Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun lalu. Keadaan ini sungguh ironis; mahasiswa yang ingin berprestasi justru terhalang oleh kebijakan yang tidak mendukung mereka secara finansial.

Tanggapan Kampus yang Mengundang Tanda Tanya

Pada 4 Juni 2025, pihak kampus memberikan tanggapan resmi. Mereka menyatakan bahwa tidak adanya dukungan finansial disebabkan Pomprov bukan kegiatan yang secara langsung terkait dengan PTKI. Sebagai institusi di bawah Kementerian Agama (Kemenag), kampus hanya mendukung kegiatan yang relevan dengan kerangka PTKI. Meski demikian, kampus menawarkan bantuan administratif kepada mahasiswa yang ingin berpartisipasi.

Namun, saran kampus agar mahasiswa berkoordinasi dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pencak silat justru menimbulkan masalah baru. Di dalam UKM, terdapat kelompok yang disebut “perguruan,” dan perbedaan perguruan sering menjadi isu sensitif. Hal ini membuat koordinasi menjadi sulit, terutama jika mahasiswa berbeda perguruan dengan pengurus UKM. Pertanyaannya: bagaimana mahasiswa dapat berkoordinasi jika perbedaan perguruan sudah menjadi hambatan? Apakah kampus akan terus membiarkan potensi mahasiswa terhalang oleh isu-isu internal seperti ini?

Kebijakan yang Tidak Konsisten

Kebijakan kampus yang membatasi dukungan hanya pada kegiatan PTKI juga memunculkan banyak pertanyaan. Apakah ini berarti kampus mengabaikan prestasi mahasiswa di luar kegiatan PTKI? Bukankah mahasiswa memiliki hak untuk didukung dalam mengembangkan potensi mereka, terlepas dari apakah kegiatan tersebut berada dalam kerangka PTKI atau tidak?

Jika alasan tidak memberikan dukungan adalah efisiensi anggaran, maka hal ini seharusnya tidak berkaitan dengan naungan PTKI. Sebaliknya, jika alasan utama adalah karena kegiatan tersebut bukan bagian dari PTKI, maka alasan efisiensi anggaran menjadi tidak relevan. Dualitas alasan ini menunjukkan inkonsistensi dalam kebijakan kampus.

Meningkatkan Dukungan, Meningkatkan Reputasi

Dukungan terhadap mahasiswa yang berprestasi seharusnya menjadi prioritas. Event Pomprov adalah ajang yang lebih tinggi tingkatannya dibandingkan Porsi Jawara. Dengan memilih-milih kegiatan berdasarkan naungan Kemenag, kampus seolah-olah menutup peluang mahasiswa untuk berkembang di kancah yang lebih luas. Hal ini dapat berdampak buruk pada citra institusi.

Kampus harus segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini. Dukungan finansial bagi mahasiswa yang berprestasi, meski di luar lingkup PTKI, dapat membawa dampak positif bagi reputasi kampus. Mahasiswa adalah aset berharga, dan mendukung mereka untuk berkembang di berbagai bidang adalah investasi bagi masa depan institusi.

Kesimpulan

Kebijakan efisiensi anggaran dan pembatasan dukungan berdasarkan kerangka PTKI harus ditinjau ulang. Kampus tidak seharusnya mengabaikan potensi mahasiswa hanya karena alasan administratif atau perbedaan internal. Sebagai institusi pendidikan, kampus harus menjadi tempat yang mendukung pengembangan diri mahasiswa secara menyeluruh. Dengan memberikan dukungan yang memadai, kampus dapat menciptakan lingkungan yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan mahasiswa dan menginspirasi mereka untuk terus berprestasi.

 

***

**) Artikel Ditulis oleh Fiki Maulana, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN MADURA.

**) Tulisan artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media klikberita.co.

**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksiklikberitadotco@gmail.com.

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi klikberita.co.